Bab 2 Ikatan Kimia
A. Dasar Ikatan Kimia
Tahukah kalian unsur yang mengisi balon udara? Balon udara diisi oleh gas helium. Helium merupakan unsur yang terdapat dalam keadaan bebas di alam. Keadaan bebas artinya unsur tersebut berada dalam bentuk atom bebas di alam, tanpa harus berikatan atau bersama dengan unsur-unsur lainnya. Salah satu contoh unsur yang tidak dapat berada dalam keadaan bebas adalah oksigen. Oksigen dapat berikatan dengan sesama oksigen atau unsur lain yang berbeda. Contohnya air dan gas oksigen, air mengandung senyawa H2O. Senyawa H2O terdiri atas unsur hidrogen dan oksigen, sementara gas oksigen terbentuk dari ikatan antara atom oksigen dengan atom oksigen lainnya membentuk molekul O2.
Mengapa ada unsur yang berada dalam keadaan bebas dan tidak? Unsur-unsur yang berada dalam keadaan bebas adalah gas mulia (golongan VIIIA). Unsur gas mulia merupakan unsur yang stabil karena memenuhi kaidah oktet. Kaidah oktet merupakan kaidah yang menjelaskan tentang jumlah elektron terluar atom unsur yang berjumlah delapan. Setiap atom unsur mencapai keadaan stabil dengan cara melepas atau menerima elektron dari atom lain sehingga jumlah elektron pada kulit terluarnya sama dengan elektron terluar gas mulia.
Gilbert Lewis mengemukakan postulat sederhana terkait pembentukan ikatan sebagai berikut:
- Unsur-unsur gas mulia berada dalam keadaan atom, bukan dalam keadaan molekul, karena konfigurasi elektronnya sudah stabil.
- Unsur-unsur selain gas mulia akan membentuk ikatan sehingga konfigurasi elektronnya menyerupai konfigurasi elektron gas mulia.
Suatu atom berupaya mencapai kestabilannya dengan cara membentuk ikatan. Ikatan yang terbentuk dari kontribusi atom-atom yang membentuk kestabilan ini disebut ikatan kimia. Ikatan kimia dapat menghasilkan molekul dan senyawa baru.
Kestabilan Atom:
Seperti sudah dijelaskan sebelumnya bahwa unsur cenderung mencapai kestabilan dengan melepaskan atau menerima elektron. Konfigurasi elektron dikatakan stabil ketika jumlah elektron terluarnya 2 (duplet) dan 8 (oktet) seperti konfigurasi elektron gas mulia. Atom dapat membentuk kation dengan melepaskan elektron valensinya. Atom juga dapat membentuk anion dengan menerima elektron. Gambar 2.2 memperlihatkan konfigurasi elektron yang dimiliki oleh atom neon, salah satu unsur gas mulia.
Berikut ini konfigurasi elektron unsur-unsur gas mulia:
- 2He : 1s² (2)
- 10Ne : 1s² 2s² 2p⁶ (2 8)
- 18Ar : 1s² 2s² 2p⁶ 3s² 3p⁶ (2 8 8)
- 36Kr : 1s² 2s² 2p⁶ 3s² 3p⁶ 4s² 3d¹⁰ 4p⁶ (2 8 18 8)
- 54Xe : 1s² 2s² 2p⁶ 3s² 3p⁶ 4s² 3d¹⁰ 4p⁶ 5s² 4d¹⁰ 5p⁶ (2 8 18 18 8)
Tampak bahwa konfigurasi elektron unsur-unsur gas mulia memenuhi kaidah oktet, kecuali helium (duplet).
Penentuan konigurasi elektron untuk mencapai kestabilan
1. K (Kalium):
- Konfigurasi Elektron Awal: 1s² 2s² 2p⁶ 3s² 3p⁶ 4s¹
- Atom kalium (K) memiliki energi ionisasi yang rendah sehingga mudah melepaskan elektron valensinya untuk membentuk kation. Untuk mencapai oktet, atom K cenderung melepaskan 1 elektron valensinya dibandingkan menerima 7 elektron sehingga membentuk kation K+ agar konfigurasi elektronnya sama dengan argon (Ar: 1s² 2s² 2p⁶ 3s² 3p⁶).
- Perubahan Elektron: 19K → 19K+ + e–
- Konfigurasi Elektron Akhir: 1s² 2s² 2p⁶ 3s² 3p⁶ (sama dengan argon, Ar)
2. F (Fluor):
- Konfigurasi Elektron Awal: 1s² 2s² 2p⁵
- Atom fluor (F) memiliki afinitas elektron yang besar sehingga mudah menerima elektron untuk membentuk anion. Untuk mencapai oktet, atom F cenderung menerima 1 elektron dibandingkan melepaskan 7 elektron valensinya sehingga membentuk anion F– agar konfigurasi elektronnya sama dengan neon (Ne: 1s² 2s² 2p⁶).
- Perubahan Elektron: 9F + e– → 9F–
- Konfigurasi Elektron Akhir: 1s² 2s² 2p⁶ (sama dengan neon, Ne)
B. Ikatan Ion
Pernahkah kalian melihat proses pembuatan garam? Salah satu cara untuk mendapatkan garam adalah dengan mengeringkan air laut di bawah sinar matahari, seperti yang terlihat pada Gambar 2.3. Saat air menguap, kita dapat melihat butiran-butiran kristal putih yang merupakan garam. Garam ini mengandung senyawa ion NaCl. Namun, bagaimana sebenarnya prinsip pembentukan senyawa ion NaCl sehingga dapat menjadi padatan?
Senyawa ion terbentuk karena adanya ikatan ion. Ikatan ion dibentuk oleh atom-atom dari unsur logam dan unsur nonlogam. Contohnya, senyawa NaCl terdiri dari unsur natrium dan klorin. Natrium adalah unsur logam, sedangkan klorin adalah unsur nonlogam. Proses pembentukan senyawa NaCl dimulai dengan sublimasi logam natrium yang berwujud padat menjadi atom natrium yang berwujud gas.
Seperti yang sudah dipelajari sebelumnya (dalam bab tentang Struktur Atom dan Sistem Periodik Unsur), natrium, sebagai unsur golongan logam alkali (IA), memiliki energi ionisasi yang rendah sehingga lebih cenderung melepaskan elektron daripada menerima elektron. Ketika natrium berada dalam fase gas, atom natrium melepaskan satu elektron valensinya untuk membentuk kation natrium agar menjadi stabil. Molekul klorin, yang awalnya berikatan dalam bentuk Cl2, mengalami proses disosiasi oleh panas untuk membentuk atom klorin. Atom klorin menerima elektron yang dilepaskan oleh atom natrium. Proses pertukaran elektron ini menyebabkan terbentuknya gaya tarik-menarik antara kation dan anion, membentuk ikatan ion.
Proses pembentukan ikatan ion dari unsur-unsurnya dapat diuraikan dalam tahapan sebagai berikut:
1. Na(s) → Na(g) (sublimasi)
2. Na(g) → Na⁺(g) + e⁻ (melepaskan elektron valensi)
3. Cl2(g) → 2Cl(g) (disosiasi)
4. Cl(g) + e⁻ → Cl⁻(g) (menerima elektron)
5. Na⁺(g) + Cl⁻(g) → NaCl(s) (membentuk ikatan ion)
Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pembentukan ikatan ion:
- Jumlah elektron yang dilepaskan harus sama dengan jumlah elektron yang diterima, sehingga harus disesuaikan.
- Unsur logam harus ditulis sebagai monoatom, misalnya Na, K, Li, dan Mg.
- Unsur nonlogam harus ditulis dalam bentuk dwiatom, seperti Cl2, F2, Br2, dan O2, kecuali untuk unsur karbon, fosfor, dan belerang yang ditulis masing-masing sebagai C, S, dan P4.
Mengapa senyawa ion yang padat dapat pecah atau hancur saat dipukul? Ini terjadi karena ion positif (kation) dan ion negatif (anion) teratur tersusun membentuk sebuah kisi kristal yang padat. Namun, ketika senyawa ion diberikan tekanan atau beban, kisi kristalnya dapat hancur. Ion positif dan ion negatif berpindah tempat dan menjadi tidak teratur lagi sehingga kisi kristalnya pecah.
Keteraturan susunan ion positif dan ion negatif serta ikatannya yang kuat karena gaya elektrostatis yang besar menjadikan senyawa ion memiliki titik leleh dan titik didih yang tinggi. Selain itu, senyawa ion juga mudah larut dalam air. Ketika senyawa ion larut, ion positif dan ion negatifnya akan bergerak bebas dalam larutan, sehingga senyawa ion yang terlarut dapat menghantarkan arus listrik.
C. Ikatan Kovalen
Air terdiri dari molekul-molekul H2O yang terbentuk melalui ikatan antara atom hidrogen (H) dan atom oksigen (O). Hidrogen dan oksigen adalah unsur nonlogam yang memiliki energi ionisasi dan afinitas elektron yang tinggi. Dalam pembentukan molekul H2O, atom-atom ini tidak melepaskan atau menerima elektron seperti yang terjadi dalam ikatan ion. Sebaliknya, satu elektron dari atom hidrogen berpasangan dengan satu elektron atom oksigen, membentuk ikatan. Jenis ikatan ini dikenal sebagai ikatan kovalen, di mana pasangan elektron digunakan bersama.
Ikatan kovalen dapat berbentuk ikatan tunggal, ikatan rangkap dua, atau ikatan rangkap tiga. Pada contoh Gambar 2.7, atom H dan Cl membentuk ikatan kovalen tunggal untuk membentuk molekul HCl. Atom Cl memiliki tiga pasang elektron bebas, sehingga ikatan ini memenuhi kaidah oktet (delapan elektron) pada atom Cl. Atom C membentuk ikatan kovalen rangkap dua dengan dua atom O untuk membentuk molekul CO2. Pada setiap atom O yang terikat, terdapat satu ikatan rangkap dua dan dua pasang elektron bebas, sehingga baik atom C maupun O memenuhi kaidah oktet. Kaidah oktet juga terpenuhi pada molekul N2, di mana atom N berikatan dengan atom N membentuk ikatan rangkap tiga dan terdapat satu pasang elektron bebas pada setiap atom N yang terikat.
1. Ikatan Kovalen Polar dan Nonpolar
Ikatan kovalen dapat dibedakan menjadi ikatan kovalen polar dan nonpolar berdasarkan perbedaan keelektronegatifan atom-atom yang berikatan. Contohnya, dalam ikatan kovalen polar, atom-atom yang berikatan memiliki perbedaan keelektronegatifan. Sebagai contoh, ikatan kovalen antara atom hidrogen (H) dan atom klorin (Cl) membentuk asam klorida (HCl). Atom hidrogen memiliki keelektronegatifan 2.1, sedangkan atom klorin memiliki keelektronegatifan 3.0. Perbedaan ini menyebabkan pasangan elektron dalam ikatan cenderung lebih mendekati atom klorin, yang memiliki muatan negatif (δ–), sementara atom hidrogen menjadi kurang elektron (δ+). Polarisasi ini menyebabkan ikatan ini disebut sebagai ikatan kovalen polar.
Sebaliknya, ikatan kovalen nonpolar terbentuk antara atom-atom nonlogam yang tidak memiliki perbedaan keelektronegatifan yang signifikan.
Senyawa polar yang dihasilkan oleh ikatan kovalen polar mampu menghantarkan arus listrik saat berada dalam bentuk larutan, meskipun senyawa kovalen memiliki titik leleh dan titik didih yang lebih rendah dibandingkan senyawa ion dan logam.
2. Ikatan Kovalen Koordinasi
Ikatan kovalen tidak selalu dihasilkan dari kontribusi elektron pada kedua atom yang berikatan. Ikatan kovalen koordinasi terjadi ketika pasangan elektron yang berpartisipasi dalam ikatan berasal dari satu atom saja. Misalnya, dalam molekul NH3, atom nitrogen (N) memiliki pasangan elektron bebas, sedangkan atom boron (B) dalam molekul BF3 tidak memiliki elektron untuk disumbangkan. Atom B hanya mengikat tiga atom fluorin (F), sehingga pasangan elektron bebas dari atom nitrogen digunakan untuk membentuk ikatan kovalen tunggal antara atom nitrogen dan boron. Ini disebut ikatan kovalen koordinasi, di mana atom nitrogen menyumbangkan pasangan elektron untuk membentuk ikatan dan memastikan bahwa baik atom nitrogen maupun boron memenuhi kaidah oktet.
Hal yang sama terjadi dalam molekul HNO3, di mana atom nitrogen telah membentuk ikatan kovalen tunggal dan rangkap dua dengan atom oksigen (O). Agar atom nitrogen dan oksigen memenuhi kaidah oktet, pasangan elektron yang tersisa pada atom nitrogen digunakan untuk membentuk ikatan kovalen koordinasi dengan atom oksigen. Ikatan kovalen koordinasi memungkinkan atom yang memiliki elektron bebas untuk menyumbangkan elektron untuk membentuk ikatan dengan atom lain.
3. Struktur Lewis pada Ikatan Kovalen
Penulisan struktur Lewis sangat penting untuk menentukan ketercapaian kaidah oktet dan mengevaluasi kepolaran dalam ikatan kovalen. Struktur Lewis dimulai dengan menggambar simbol Lewis, yang merupakan representasi elektron valensi atom dengan titik-titik. Setiap simbol Lewis harus memenuhi kaidah oktet, yaitu delapan elektron valensi di sekitar atom, kecuali untuk atom hidrogen yang sudah mencapai duplet (dua elektron).
Ada beberapa senyawa yang dapat mengalami penyimpangan dari kaidah oktet, seperti BF3 dan PF5. Misalnya, dalam molekul BF3, atom boron hanya memiliki enam elektron valensi dan dalam molekul PF5, atom fosfor memiliki sepuluh elektron valensi. Meskipun tidak memenuhi kaidah oktet, senyawa-senyawa ini tetap stabil dan disebut sebagai penyimpangan kaidah oktet.
Contoh:
Diketahui unsur A memiliki nomor atom 19 dan unsur B memiliki nomor atom 17. Mari kita prediksi jenis ikatan yang dapat terbentuk antara keduanya:
a. Atom A dengan Atom B
- Atom A memiliki konfigurasi elektron: 1s² 2s² 2p⁶ 3s² 3p⁶ 4s¹, dengan 1 elektron valensi di kulit terluarnya.
- Atom B memiliki konfigurasi elektron: 1s² 2s² 2p⁶ 3s² 3p⁵, dengan 7 elektron valensi di kulit terluarnya.
Atom A (logam) cenderung melepaskan 1 elektron daripada menerima 7 elektron untuk mencapai kaidah oktet. Oleh karena itu, atom A cenderung membentuk ion positif, A⁺.
Atom B (nonlogam) cenderung menerima 1 elektron daripada melepaskan 7 elektron untuk mencapai kaidah oktet. Oleh karena itu, atom B cenderung membentuk ion negatif, B⁻.
Ketika atom A dan atom B bereaksi, atom A akan melepaskan 1 elektron dan atom B akan menerima elektron ini. Hasilnya adalah pembentukan senyawa ion AB, di mana ion A⁺ dan ion B⁻ akan membentuk ikatan ion.
b. Atom B dengan Atom B
Atom B (nonlogam) memiliki konfigurasi elektron: 1s² 2s² 2p⁶ 3s² 3p⁵, dengan 7 elektron valensi di kulit terluarnya.
Ketika dua atom B bereaksi, keduanya cenderung berbagi pasangan elektron untuk mencapai kaidah oktet. Hal ini akan menghasilkan pembentukan ikatan kovalen antara atom B. Dalam hal ini, atom B akan berikatan dengan atom B lainnya untuk membentuk senyawa kovalen B2.
Jadi, dalam kasus ini:
a. Atom A dengan Atom B membentuk ikatan ion, menghasilkan senyawa ion AB.
b. Atom B dengan Atom B membentuk ikatan kovalen, menghasilkan senyawa kovalen B2.
D. Ikatan Logam
Logam adalah salah satu jenis unsur yang umumnya ditemukan dalam berbagai bentuk di sekitar kita. Mereka bisa berwujud padat, cair, atau gas, tergantung pada kondisi suhu dan tekanan. Ikatan kimia yang membentuk logam disebut ikatan logam.
Unsur logam pada umumnya terletak dalam golongan transisi (golongan B), golongan alkali (IA), alkali tanah (IIA), serta beberapa unsur dari golongan IIIA dan IVA. Beberapa karakteristik umum logam adalah mereka berwujud padat pada suhu kamar, mengilat, dan tidak mudah patah atau retak saat dibentuk.
Dalam ikatan logam, atom-atom logam membentuk jaringan kristal dengan ion-ion positif (kation) yang dikelilingi oleh "lautan" elektron bebas. Elektron-elektron ini bergerak dengan bebas di sekitar ion-ion positif, dan inilah yang menyebabkan logam memiliki sifat-sifat seperti konduktivitas listrik yang tinggi. Ikatan logam sangat kuat, tetapi ion-ion positif dan elektronnya dapat bergeser ketika logam diberi tekanan, tanpa menyebabkan kerusakan pada strukturnya.
Ikatan logam dapat terjadi antara atom logam yang sama atau berbeda jenis. Contoh logam yang terdiri dari atom logam yang sama adalah emas murni (Au) dan tembaga murni (Cu), sedangkan logam paduan seperti perunggu (timah dan tembaga) dan kuningan (tembaga dan seng) terdiri dari atom logam yang berbeda jenis.
E. Bentuk Molekul
Bentuk molekul memainkan peran penting dalam berbagai reaksi kimia dan interaksi molekuler. Bentuk molekul menggambarkan tata letak atom-atom dalam suatu molekul secara tiga dimensi. Hal ini juga dapat memperlihatkan sudut ikatan, orbital yang berpartisipasi dalam ikatan, dan pasangan elektron bebas yang tidak terlibat dalam ikatan.
1. Teori Tolakan Pasangan Elektron Kulit Valensi (VSEPR)
Teori VSEPR (Valence Shell Electron Pair Repulsion) digunakan untuk memprediksi bentuk molekul berdasarkan distribusi pasangan elektron valensi di atom-atom penyusun molekul. Teori ini berdasarkan prinsip bahwa pasangan elektron valensi dalam molekul akan saling tolak sehingga mencapai jarak minimum satu sama lain. Tahapannya melibatkan menentukan jumlah pasangan elektron di atom pusat, menentukan geometri dari pasangan elektron tersebut, dan menentukan geometri molekul berdasarkan pasangan elektron bebas dan pasangan ikatan.
Contoh penggunaan teori VSEPR adalah untuk memprediksi bentuk molekul CCl4, yang memiliki empat pasang elektron ikatan. Karena ada empat pasang elektron di sekitar atom pusat, geometri pasangan elektronnya adalah tetrahedral, yang berarti bahwa semua pasangan elektron tersebut digunakan untuk berikatan, dan bentuk molekulnya juga tetrahedral.
Dengan menggunakan teori VSEPR, kita dapat memprediksi bentuk molekul dan sudut ikatan dalam berbagai senyawa kimia. Selain itu, bentuk molekul juga dapat mempengaruhi sifat-sifat kimia dan fisika dari senyawa tersebut, termasuk kepolaran molekul.
F. Ikatan Antarmolekul
Ikatan antarmolekul terjadi sebagai hasil dari gaya elektromagnetik yang bekerja antara molekul-molekul. Ini adalah jenis ikatan yang jauh lebih lemah dibandingkan dengan ikatan antaratom dan sering disebut sebagai gaya antarmolekul. Gaya antarmolekul terdiri dari dua jenis utama: ikatan hidrogen dan gaya van der Waals.
1. Gaya van der Waals
Gaya van der Waals adalah jenis ikatan yang terjadi antara partikel-partikel yang dapat berupa atom-atom atau molekul-molekul yang sama atau berbeda. Gaya ini timbul akibat sifat kepolaran molekul. Semakin kecil kepolaran suatu molekul, semakin lemah gaya van der Waals yang terjadi. Ada tiga jenis gaya van der Waals:
a. Dipol Polar-Dipol Polar: Molekul polar memiliki momen dipol permanen yang menghasilkan gaya elektrostatik antara molekul-molekul polar ini. Contohnya adalah molekul HBr, di mana atom H pada satu molekul tertarik ke arah atom Br pada molekul lain.
b. Dipol Nonpolar-Dipol Nonpolar: Molekul nonpolar juga dapat berinteraksi melalui gaya van der Waals. Ini terjadi karena molekul nonpolar, meskipun tidak memiliki momen dipol permanen, memiliki momen dipol sesaat akibat ketidakmerataan elektron dalam molekulnya. Gaya ini dikenal sebagai gaya dispersi atau gaya London dan sangat lemah.
c. Dipol Polar-Dipol Nonpolar: Gaya van der Waals yang terjadi antara molekul polar dengan molekul nonpolar disebut sebagai dipol terimbas. Molekul polar menghasilkan momen dipol yang memengaruhi molekul nonpolar di sekitarnya, tetapi gaya ini relatif lemah dan dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal.
2. Ikatan Hidrogen
Ikatan hidrogen adalah jenis ikatan antarmolekul yang sangat kuat. Ini terjadi ketika atom hidrogen dalam molekul berikatan dengan atom O, F, atau N dalam molekul lain. Perbedaan keelektronegatifan yang besar antara atom hidrogen dan atom yang terikat menyebabkan ikatan ini menjadi sangat kuat. Ikatan hidrogen memiliki titik didih yang tinggi dan sulit diputuskan.
Contohnya, molekul air (H2O) memiliki ikatan hidrogen yang menyebabkan titik didihnya lebih tinggi dibandingkan dengan molekul yang serupa seperti H2S. Kekuatan ikatan hidrogen dipengaruhi oleh perbedaan keelektronegatifan antara atom-atom dalam molekulnya, semakin besar perbedaan keelektronegatifan maka ikatannya semakin kuat. Selain itu, jumlah ikatan hidrogen dalam molekul juga memengaruhi kekuatan ikatan ini.
Ketika ada banyak ikatan hidrogen dalam molekul, seperti dalam molekul H2O yang memiliki empat ikatan hidrogen, ikatan hidrogen tersebut lebih kuat daripada dalam molekul HF yang hanya memiliki dua ikatan hidrogen untuk setiap molekulnya.
Untuk latihan soal materi bab 2 ikatan kimia silakan klik (Disini)