Diskusi 6 Evaluasi Program Pendidikan : Mengkaji efektivitas penyelenggaraan In House Training
Diskusi 6 Evaluasi Program Pendidikan
Materi Diskusi:
Seandainya Anda ditugasi untuk mengkaji efektivitas penyelenggaraan In House Training dalam meningkatkan kompetensi guru dalam penyusunan instrumen ranah afektif, jelaskan:
- Setidaknya 2 (dua) teori utama yang relevan yang perlu menjadi bagian dari kajian pustaka untuk evaluasi yang akan Anda lakukan,
- Mengapa teori-teori tersebut yang Anda pilih?
Jawaban:
In House training dalam konsep pelatihan di satuan pendidikan adalah pelatihan yang dilakukan di dalam lingkungan satuan pendidikan, seperti sekolah atau perguruan tinggi. Biasanya bertujuan untuk meningkatkan kompetensi dan keterampilan para tenaga pendidik, staf administrasi, dan pegawai non-akademik di dalam satuan pendidikan.
In House Training dapat dilakukan dengan berbagai metode, seperti presentasi, diskusi, simulasi, role-play, studi kasus, dan workshop. Pelatihan ini dapat diadakan secara rutin atau sesuai kebutuhan, seperti ketika ada perubahan kebijakan atau teknologi baru yang diterapkan di satuan Pendidikan. Manfaat dari pelatihan in house adalah memudahkan para peserta pelatihan untuk mengikuti pelatihan tanpa harus pergi ke tempat lain. Selain itu, pelatihan in house dapat disesuaikan dengan kebutuhan satuan pendidikan dan lebih terfokus pada masalah-masalah yang dihadapi oleh satuan pendidikan tersebut.
Seandainya Anda ditugasi untuk mengkaji efektivitas penyelenggaraan In House Training dalam meningkatkan kompetensi guru dalam penyusunan instrumen ranah afektif, jelaskan:
1. Setidaknya 2 (dua) teori utama yang relevan yang perlu menjadi bagian dari kajian pustaka untuk evaluasi yang akan Anda lakukan,
Jika saya pribadi ditugasi untuk mengkaji efektivitas penyelenggaraan In House Training dalam meningkatkan kompetensi guru dalam penyusunan instrumen ranah afektif, dua teori utama yang relevan dari kajian pustaka untuk evaluasi yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:
Pertama adalah teori tentang evaluasi model Kirkpatrick.
Dalam konteks penggunaan model Kirkpatrick untuk evaluasi efektivitas penyelenggaraan In House Training dalam meningkatkan kompetensi guru dalam penyusunan instrumen ranah afektif, model ini dapat memberikan panduan yang bermanfaat untuk mengukur hasil pelatihan dari berbagai perspektif, mulai dari reaksi peserta pelatihan hingga dampak pada hasil belajar siswa.
Kirkpatrick's Four-Level Model adalah suatu model evaluasi pelatihan yang terdiri dari empat level evaluasi, yaitu:
- Level 1: Reaksi - mengukur bagaimana peserta merespons pelatihan tersebut. Evaluasi tingkat kepuasan peserta terhadap pelatihan yang telah diberikan dapat dilakukan melalui kuesioner atau wawancara singkat.
- Level 2: Pembelajaran - mengukur sejauh mana peserta menguasai materi pelatihan. Evaluasi pembelajaran dapat dilakukan melalui tes atau tugas yang diambil setelah pelatihan selesai.
- Level 3: Perilaku - mengukur sejauh mana peserta menerapkan keterampilan yang dipelajari di tempat kerja. Evaluasi perilaku dapat dilakukan dengan cara melihat perubahan perilaku peserta di tempat kerja setelah mengikuti pelatihan.
- Level 4: Hasil - mengukur dampak dari pelatihan pada satuan pendidikan secara keseluruhan. Evaluasi hasil dapat dilakukan dengan melihat dampak pelatihan pada kualitas pembelajaran dan peningkatan kinerja guru secara keseluruhan.
Dengan empat level tersebut, maka hasil nya dapat digunakan untuk memastikan bahwa pelatihan yang diselenggarakan telah efektif dalam meningkatkan kompetensi guru dalam penyusunan instrumen ranah afektif.
Yang kedua adalah Toeri Kompetensi Guru dalam Penyusunan Instrumen Ranah Afektif
Kompetensi Guru dalam Penyusunan Instrumen Ranah Afektif dapat menjadi salah satu teori utama yang relevan yang perlu menjadi bagian dari kajian pustaka untuk evaluasi efektivitas penyelenggaraan In House Training dalam meningkatkan kompetensi guru dalam penyusunan instrumen ranah afektif.
Teori ini dapat menjadi acuan untuk mengevaluasi sejauh mana guru telah menguasai kompetensi dalam penyusunan instrumen ranah afektif.
Teori ini juga dapat membantu dalam mengevaluasi efektivitas In House Training dalam meningkatkan kompetensi guru, karena instrumen ranah afektif merupakan salah satu aspek penting dalam pengukuran hasil belajar siswa.
Dalam penyusunan instrumen ranah afektif, seorang guru perlu menguasai berbagai keterampilan, seperti memilih indikator afektif yang tepat, menyusun skala penilaian yang valid dan reliabel, serta mempertimbangkan aspek psikologis siswa dalam pengukuran hasil belajar.
Oleh karena itu, Toeri Kompetensi Guru dalam Penyusunan Instrumen Ranah Afektif dapat menjadi acuan untuk mengidentifikasi kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang guru dalam penyusunan instrumen ranah afektif.
Kompetensi Guru dalam Penyusunan Instrumen Ranah Afektif meliputi tiga hal yang penting, yaitu:
Pertama, mampu mendefinisikan konsep-konsep afektif dalam kurikulum.
Seorang guru harus memiliki pemahaman yang baik tentang konsep-konsep afektif yang terdapat dalam kurikulum. Hal ini mencakup pemahaman tentang nilai-nilai, sikap, dan emosi yang diharapkan siswa dapat berkembang seiring dengan materi pelajaran yang disampaikan.
Kedua, mampu mengembangkan indikator afektif yang sesuai dengan materi pelajaran
Setelah memiliki pemahaman yang baik tentang konsep afektif dalam kurikulum, seorang guru harus mampu mengembangkan indikator afektif yang sesuai dengan materi pelajaran. Indikator afektif ini harus dapat mengukur kemampuan siswa dalam menunjukkan sikap dan nilai yang diharapkan dalam kurikulum.
Ketiga, mampu menyusun instrumen penilaian yang valid dan reliabel untuk ranah afektif
Seorang guru harus mampu menyusun instrumen penilaian yang valid dan reliabel untuk ranah afektif. Instrumen penilaian ini harus dapat mengukur kemampuan siswa secara akurat dalam menunjukkan sikap dan nilai yang diharapkan dalam kurikulum. Hal ini termasuk dalam pengembangan instrumen yang meliputi perumusan tujuan, jenis instrumen, teknik pengumpulan data, penilaian data, dan pengolahan hasil evaluasi.
Teori lain yang tidak kalah pentingnya adalah In House Training.
Uraian teori tentang in-house training ini perlu menjadi bagian dari kajian pustaka untuk evaluasi efektivitas penyelenggaraan in-house training dalam meningkatkan kompetensi guru dalam penyusunan instrumen ranah afektif. Beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan dalam kajian pustaka antara lain:
- Definisi in-house training: Penting untuk memahami konsep in-house training yang meliputi pelatihan atau pengembangan kompetensi yang dilakukan di tempat kerja atau organisasi yang sama.
- Tujuan in-house training: In-house training biasanya dilakukan untuk meningkatkan kompetensi karyawan atau guru dalam suatu bidang tertentu. Oleh karena itu, perlu untuk memahami tujuan yang ingin dicapai melalui in-house training, seperti meningkatkan kualitas pembelajaran, meningkatkan kinerja, atau meningkatkan produktivitas.
- Metode in-house training: Ada berbagai metode yang dapat digunakan dalam in-house training, seperti pelatihan praktis, pelatihan simulasi, pelatihan online, atau pelatihan kelas. Pemilihan metode yang sesuai akan memengaruhi efektivitas pelatihan.
- Faktor-faktor yang memengaruhi efektivitas in-house training: Ada banyak faktor yang dapat memengaruhi efektivitas in-house training, seperti konten pelatihan, kualifikasi pengajar, dukungan manajemen, dan motivasi peserta pelatihan.
- Evaluasi efektivitas in-house training: Evaluasi adalah hal penting dalam in-house training untuk mengetahui sejauh mana pelatihan berhasil mencapai tujuan yang ditetapkan dan meningkatkan kompetensi peserta pelatihan.
2. Mengapa teori-teori tersebut yang Anda pilih?
Saya memilih teori tersebut karena berhubungan dan sangat relevan dengan topik peningkatan kompetensi guru melalui In House Training dalam penyusunan instrumen ranah afektif. Teori evaluasi model Kirkpatrick adalah salah satu teori evaluasi program pelatihan yang paling populer dan banyak digunakan di seluruh dunia.
Karena menurut Kirkpatrick, D. L. (1998), evaluasi program pelatihan atau training dapat dilakukan dengan model evaluasi yaitu model Kirkpatrick. Kemudian, teori Kompetensi Guru dalam Penyusunan Instrumen Ranah Afektif ini menekankan pentingnya kompetensi guru dalam penyusunan instrumen ranah afektif dalam konteks pendidikan.
Ranah afektif mencakup domain-domain seperti sikap, nilai, motivasi, dan emosi, dan instrumen yang efektif diperlukan untuk mengukur kemajuan siswa dalam domain ini. Menurut Sarjono (2017), teori ini menyatakan bahwa guru perlu memiliki pemahaman yang baik tentang ranah afektif dan kemampuan untuk merancang instrumen yang valid dan reliabel untuk mengukur kemajuan siswa dalam domain tersebut.
Referensi:
Kirkpatrick, D. L. 1998. Evaluating training programs: The four levels. Berrett-Koehler Publishers.
Sarjono, H. 2017. Penilaian ranah afektif dalam pendidikan: Tinjauan dan alternatif pengukuran. Jurnal Pendidikan Indonesia, 6(1), 37-43.